ANALISA PERILAKU SERTA MINAT PEDAGANG SAYUR MENCARI UTANG UNTUK MODAL USAHA ANTARA BANK PLECIT ATAU BANK KONVENSIONAL (STUDI DI PASAR ORO-ORO DOWO KOTA MALANG)

Kata Pengantar

kali ini penulis mendapatkan tugas kuliah yang mengharuskan untuk terjun ke lapangan atau mencari data empiris. Dari pilihan tempat yang didiskusikan oleh kelompok diputuskan untuk memilih ke pasar tradisonal, sebab dilihat dari segi pencarian data dengan melakukan wawancara akan lebih mudah dan bervariasasi. Sehingga untuk melakukan studi lapangan mengenai judul yang kami angkat akan menghasilkan sumber informasi baru dan sebagai bahan pertimbangan “study literature” terhadap kasus yang sama. Maksud dan tujuan dengan studi lapangan ini yaitu agar mahasiswa tidak hanya sibuk dengan kegiatan selama perkuliahan, tetapi supaya mahasiswa paham akan kondisi riil di lapangan sehingga dapat menambah pengetahuan dan kepekaan, dan dapat menganalisa bahwasannya bank plecit itu ada namun tidak memiliki payung hukum yang mengaturnya, kemudian mengenai perbandingan antara bank plecit dengan bank konvensional sebagai pilihan pedangan sayur di pasar tradisional oro-oro dowo kota malang dalam mencari pinjaman moda usaha.

 Mahasiswa sebagai agen of change perlu kiranya memberikan dampak yang lebih luas pada masyarakat. Apabila menjelaskan gambaran mengenai bank plecit yang penyebutan tersebut dinamai dari kebiasaan masyarakat. Apabila diterjemahkan secara gramatikal maka Bank Plecit atau plecit yaitu bank adalah tempat untuk memberikan pinjaman, tempat memerima simpanan barang berharga (emas, uang), tempat memberikan pelayanan terhadap nasabah, selanjutnya plecit dalam bahasa Indonesia berarti mengambil sedikit demi sedikit, yang apabila diibaratkan seperti daging kita berkurang sedikit-demi sedikit. Begitu juga dengan uang pinjaman dari Bank Plecit menerima pinjaman atau memberikan dengan menawarkan atau membagikan pinjaman (utangan), setelah itu uangnya akan diberi bunga yang penagihannya sesuai pemberi utang. Semoga dengan adanya penelitian ini lebih menambah pengetahuan penulis pada khusunya dan pembaca yang budiman pada umumnya.

Apabila dalam penulisan terdapat salah ketik dan menimbulkan ketidaknyaman bagi pembaca, penulis mengharapkan adanya komentar yang membangun.

Malang, 18 April 2018

Hormat kami,

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER…………………………………………………………………………….1

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………………………………………..2

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………..3

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………..4

BAB I

PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………….6

  1. Latar Belakang………………………………………………………………………………………………6
    1. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………………9
    1. Tujuan Penelitian…………………………………………………………………………………………………..9
    1. Manfaat Penelitian……………………………………………………………………………………………….10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………………………11

2.1 Perikatan dan Perjanjian…………………………………………………………………..11

2.2 Perjanjian Pinjam Meminjam…………………………………………………………..…13

2.3 Faktor Hukum Terhadap Perilaku Pedagang Sayur Dalam Mencari Pinjaman Modal Usaha…………………………………………………………………………………………….14

2.4 Faktor Non Hukum Terhadap Perilaku Pedagang Sayur Dalam Mencari Pinjaman Modal Usaha……………………………………………………………………………………16

BAB III

METODE PENELITIAN……………………………………………………………………….18

BAB IV

PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………20

BAB V

PENUTUP………………………………………………………………………………………..23

5.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………..…23

5.2 Saran………………………………………………………………………………………….23

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………24

Lampiran……………………………………………………………………………………….25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah seorang ahi hukum yang Berjaya dimasanya yaitu Aristoteles berpendapat dalam teorinya zoon politicon, bahwa manusia sebagai makhluk sosial. Dari sini dapat diketahui manusia hidup secara komunal, maka aka nada interaksi satu dengan yang lain, sehingga dari interaksi akan menimbulkan suatu perbuatan. Kemudian apabila suatu perbuatan itu terjadi tanpa adanya alat yang mengaturnya maka dapat menimbulkan kerugian bagi pihak tertentu, sehingga perlu adanya norma atau kaidah yang mengaturnya. Norma terdiri dari agama, kesusilaan, kepatutan, dan hukum. Dari kesemua norma tersebut norma hukum yang dampaknya langsung dan menimbulkan sanksi yang dapat diraksakan secara langsung, sehingga norma hukum dapat berperan sebagai alat pengontrol masyarakat dan dapat dipaksakan pelaksanaannya untuk memperleh ketertiban bagi kemaslahatan masyarakat.

Hukum yang senyatanya berlaku di dalam kehidupan masyarakat sangatlah luas cakupannya. Berbeda dengan hukum yang selama ini dipelajari di perguruan tinggi, dimana hukum hanya secara tekstual dan doctrinal tentang apa yang seharusnya berlaku di dalam hukum. Namun, sebagai seorang juris yang berkecimpung di dunia hukum, tidak boleh hanya mengandalkan undang-undang saja, sebab dikawatirkan hanya akan menjadi corong undang-undang yang menyebabkan tidak terwujudnya keadilan dalam masyarakat. Hukum itu juga harus digali dalam kehidupan bermasyarakat dimana ada asas ibi ius ubi societas artinya dimana ada masyarakat di situ ada hukum, sehingga apabila mau melihat hukum lebih dalam maka lihatlah hukum yang berlaku dimasyarakat.

Hukum dimasyarakat mendapatkan porsi lebih dalam kaitannya memperoleh keadilan sebab disitu hukum hidup dan disitu hukum diterapkan, tidak hanya sehari atau dua hari namun membutuhkan proses dengan waktu yang lama. Bidang hukum juga meliputi bidang sosial, budaya dan ekonomi. Berkenaan kegiatan dibidang ekonomi berkenaan dengan interaksi yang ruang lingkupnya luas dan sistematis. Kegiatan ekonomi ini tidak akan terlepas dari masyarakat dalam memperoleh kebutuhan sehari-hari. Beberapa jenis kegiatan dalam kegiatan ekonomi yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat meliputi; jual beli adalah proses perpindaham hak milik dari penjual kepada pembeli dimana penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar sejumlah harga hal tersebut sesuai amanat di dalam pasal 1457 KUHPerdata, pinjam-meninjam merupakan suatu perjanjian dimana peminjam meminjam barang yang habis karena pemakaian dengan syarat akan mengembalikan sesuai barang yang dipinjam sesuai amanat Pasal 1754 KUHPerdata, sewa-menyewa adalah perjanjian dimana penyewa menyewa suatu barang dan membayar harga sewa dengan ketentuan barang dikembalikan sesuai tempo yang ditentukan dan dalam kondisi seperti semula sesuai amanat pasal 1541 KUHPerdata hingga kegiatan utang-piutang, dari semua jenis kegiatan itu masih berdasarkan kebiasaan sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat.

Namun masyarakat masih asing akan hukum yang mengaturnya, buktinya yaitu misalnya pada saat berlangsungnya proses jual beli yang masyarakat umum lakukan terkhusus di pedesaan ketahui adalah jual beli itu, terjadi pada saat berlangsungnya transaksi di pasar, warung, atau di tempat-tempat yang menjual produk tertentu. Menjadi suatu kebiasaan barang yang dibeli ya harus diserahkan pada saat itu juga, tapi kebiasaan ini tidak sepenuhnya salah sebab dalam jual beli pada intinya adanya penyerahan barang oleh penjual dan pembayaran sejumlah harga yang telah disepakati oleh pembeli diatur dalam pasal 1457 KUHPerdata. Tapi apakah harus seperti itu, disini masih ada yang belum tahu ternyata ada pengecualian, yakni apabila para pihak sudah sepakat terhadap barang dan harga tapi belum diserahkan barangnya masih tetap dianggap telah terjadi jual beli, sebab sudah ada perjanjian sebelumnya disitu sehingga menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak, dasar hukum pasal 1458 KUHPerdata meskipun belum terjadi perbuatan hukumnya yakni levering atau penyerahan. Kemudian dalam kegiatan perjanjian pinjam-meminjam Pasal 1756 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian pinjam meminjam bersifat riil yang berarti pinjam meminjam yang obyeknya uang dalam pasal ini disebutkan bahwa “utang yang terjadi karena peminjaman uang hanyalah terdiri atas jumlah uang yang disebutkan dalam perjanjian. Jika sebelum saat pelunasan, terjadi suatu kenaikan atau kemunduran harga atau ada perubahan mengenai berlakunya mata uang, maka penegembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata uang yang berlaku pada waktu pelunasan, dihitung menurut harganya yang berlaku pada saat itu” Dari pasal ini didapatkan unsur-unsur antara lain; a. Perbuatan hukum peminjaman uang, dalam pasal 1756 KUHPerdata ini khusus bagi pinjam-meminjam yang prestasinya yaitu uang b. Tertentu hanya pada jumlah harga yang disebutkan dalam perjanjian, dimana prestasinya tertentu dan dapat ditentukan. Kemudian apabila perjanjian ini dikategorikan perbuatan hukum maka ada asas-asas hukum yang menyertainya seperti halnya, pertama asas kebebasan berkontrak diamana para pihak bebas membuat kontrak tapi tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kepatutan, kedua asas iktikad baik dimana para pihak dalam membuat kontak, melaksanakan kontrak, ataupun pengakiran kontrak harus dengan iktikad baik, ketiga obligatoir istilah ini memang jarang digunakan namun yang perlu dipahami adalah perjanjian ini baru menimbulkan hak dan kewajiban , kalau baru menimbulkan hak dan kewajiban berarti belum ada perbuatan hukum, yang dimaksud dengan perbuatan hukum di sini yaitu adanya penyerahan atau levering berkenaan dengan obyek perjanjian itu, misalnya dalam jual beli maka perbuatan hukumnya yaitu menyerahkan barang dan membayar sejumlah harga yang sesuai dengan perjanjian.

Kemudian dalam kehidupan bermasyarakat ada penyebutan bagi pihak yang memberikan pinjaman modal usaha berupa utang dengan bunga yang penentuannya hanya ditentukan oleh kreditur saja. Dalam pemberian pinjaman berupa utang tersebut si kreditur akan menentukan mengenai cara pelunasan dan sistem keuntungan. Meskipun demikian, tidak ada payung hukum yang mengaturnya, sebab praktik seperti ini tumbuh sendiri dalam masyarakat dan tidak kepikiran oleh pembuat undang-undang untuk membuat regulasinya. Masyarakat menyebutnya sebagai bank plecit, meskipun ada imbuhan kata bank namun ini bukanlah suatu lembaga perbankan. Bank plecit dioperasikan oleh seseorang dan bukan instansi atau lembaga, jadi lebih seperti kegiatan perjanjian utang piutang. Bedanya bank plecit dengan bank konvensional adalah dilihat dari permodalan bank plecit kalah jumlah modal bila dibandingkan dengan dengan bank konvensional. Kemudian pemberian pinjaman bank plecit dalam kisaran kecil-kecilan dimana berbeda dari bank konvensional yang memberikan pinjaman hingga nominal yang besar. Kemudian sasaran bank plecit ini umumnya dikawasan pasar dengan cara berkeliling menawarkan pinjaman utang.

Kemudian meskipun bank plecit memberikan bunga besar dari utang tersebut, ada juga pedagang pasar yang meminjam uang kepada bank plecit padahal tau konseskuensinya. Sehingga apabila sudah terjalin kesepakatan, hak dan kewajiban melekat bagi kedua belah pihak. Bank plecit berhak untuk menagih utang dan bunga, sedangkan pedangang pasar berkewajiban membayar utang dan bunga. Bila dikaitkan dengan standar kontrak mengenai praktek bank Plecit maka perlu dikaji lebih mendalam mengenai unsur-unsurnya seperti : a. unsur esensial penjelasannya yaitu apabila dikaji dengan unsur esensialnya maka dikaitkan dengan pasal 1338 KUHPerdata tentang dasar mengikatnya perjanjian. Bahasannya mengenai : kesepakatan para pihak, dan obyek tertentu, b. unsur naturalia yaitu apabila para pihak sudah sepakat mengenai harga dan barang sebagai objek perjanjian. Sepakat untuk menimbulkan perbuatan hukum yang mengikat bagi para pihak dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat perjanjian tersebut, c. unsur Aksidentalia yaitu berkaitan dengan asas-asas dalam pejanjian, seperti halnya asas kebebasan berkontrak, asas mengikatnya para pihak, asas iktikad baik yang dilaksanakan sebelum penandatanganan perjanjian kemudian pada saat melaksanakan perjanjian yang disepakati lalu pada proses pengakhiran perjanjian tersebut juga harus memperhatikan asa iktikad baik, asas obligatoir dimana baru menimbulkan hak dan kewajiban berarti belum ada perbuatan hukumnya, perbuatan hukum yang dimaksud adalah levering atau penyerahan yang berkenaan dengan objek yang diperjanjikan pedagang menyerahkan barang dan pembeli membayar sejumlah harga.

Kemudian, dari sisi lain ada lembaga perbankan yang konvensional dengan sistem dan struktur yang jelas. Tapi beberapa pedagang malah memilih bank plecit sebagai tempat meminjam modal usaha. Apabila dilihat dari tingkat secure and safety maka bank konvensional lebih baik ketimbang bank plecit. Sehingga dari fenomena sosial tersebut yang berkaitan pula dengan bidang ekonomi. Maka penulis akan mencoba mencari data empiris dengan cara wawancara dan pengumpulan data lain untuk membandingkan minat dari pedagang sayur di pasar tradisional oro-oro dowo kota malang berkenaan pinjaman moda usaha.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka penulis mengambil sebuah rumusan masalah mengenai :

1. Bagaimana perbandingan minat pedagang sayur di pasar tradisional oro-oro dowo kota malang dalam mencari pinjaman modal usaha antara bank konvensional dengan bank plecit ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah

Untuk mendiskripsikan dan menganalisis bagaimana perbandingan minat pedagang sayur di pasar tradisional oro-oro dowo kota malang dalam mencari pinjaman modal usaha antara bank konvensional dengan bank plecit.

1.4 Manfaat

1. Teoritis

Sebagai bahan kajian dalam penelitian dibidang antropologi hukum dengan pendekatan empiris sosiologis

2. Praktis

  1. Bagi Mahasiswa

mampu menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian yang sama dan sebagai bentuk perwujudan dari Mahasiswa sebagai Agent of Change dan menngerakan bagi mahasiswa lainya untuk mencari solusi atas permasalahan yang ada

  • Bagi Masyarakat

 mampu menambah wawasan bagi masyarakat luas atas bank konvensional dan bank plecit dan mengedukasi masyarakat dari segi hukum atas adanya kedua bentuk bank tersebut di dalam kondisi empiris masyarakat sosial..

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Perikatan dan Perjanjian

Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang di dalamnya terdapat dua pihak yaitu pihak satu sebagai kreditor yang berhak atas prestasi dan dapat menuntut pemenuhan prestasi tersebut kepada debitor, kemudian pihak kedua adalah debitor yang berkewajiban memenuhi prestasi kepada kreditor yang obyeknya adalah prestasi umumya adalah utang dan dilakukan dalam lingkup harta kekayaan. Para pihak dalam perikatan yaitu adalah kreditor dan debitor penjelasannya yaitu apabila kreditor yaitu pihak yang mempunyai hak atas suatu prestasi dan berhak menuntut pemenuhan prestasi tersebut. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan[1]. Dalam memudahkan memahami istilah kreditor ini yaitu apabila dalam jual beli kreditor itu penjual dan debitornya yaitu pembeli, misal dalam sewa-menyewa kreditornya yaitu pemilik jasa penyewanya dan debitornya adalah penyewa. Namun yang perlu diperhatikan yaitu dalam membuat suatu perjanjian itu tidak boleh ada penipuan, paksaan, ancaman atau di bawah tekanan sebab untuk menimbulkan kata sepakat dalam membuat sebuah perjanjian maka tidak boleh ada perbuatan perbuatan yang disebutkan tadi dan apabila itu terjadi maka berakibat perjanjian itu tidak mengikat. Selanjutnya untuk mengetahui lebih mengenai apa itu perjanjian dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Pengertian perjanjian menurut KUHPerdata

dalam pasal 1313 disebutkan bahwa Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang tau lebih. Dari pasal ini dapat kita ketahui unsur-unsurnya dari pengertian perjanjian yaitu merupaan suatu perbuatan hukum kemudian ada proses mengikatkan dari pihak satu ke pihak kedua. Syarat sahnya suatu perjanian dapat dibaca dalam pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pasal ini syarat sahnya perjanjian dapat dibagi dalam dua unsur yaitu unsur subyektif dan unsure obyektif.

unsur subyektif didalamnya terdapat bahwa suatu perjanian itu dibuat dengan adanya :

  1. kesepakatan dari para pihak. Kesepakatan di sini yaitu kesepakatan antara para pihak yang membuat perjanjian dan mengikat bagi mereka yang membuat perjanian sebagai undang-undang.
  2. kecakapan para pihak dalam membuat perjanjina. Setiap orang tidak terkecuali adalah subyek hukum (rechtpersoonlijkheid) tetapi tidak semuanya cakap untuk melakukan perbuatan hukum (rechtsbekmaanheid).Cakap di sini adalah tidak dalam pengampuan atau curatele diatur dalam pasal 1330 KUHPerdata jo Pasal 433 KUHPerdata yaitu orang dewasa tapi dalam keadaan dungu, gila, mata gelap.Serta tidak dilarang oleh undang-undang untuk berbuat hukum tertentu

Dari unsur subyektif tersebut apabila tidak terpenuhi dan ternyata sudah membuat suatu perjanjian maka akibat hukum adalah perjanian tersebut dapat dibatalkan dan tidak mempunyai sifat eksekutorial.

Unsur berikutnya dalam syarat sahnya perjanian adalah unsur obyektif

  1. adanya obyek tertentu, dari sini dapat kita tarik ke dalam pasal 1234 KUHPerdata tentang prestasi disebutkan bahwa prestasi itu untuk berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu, memberi sesuatu. Prestasi di sini harus tertentu dan dapat ditentukan semisal prestasinya berupa benda bergerak diatur dalam pasal 509, 510, dan 511 KUHPerdata dan juga benda tidak bergerak diatur dalam pasal 506,507 dan 508 KUHPerdata,
  2. Unsur obyektif selanjutnya yaitu adanya sebab yang halal maksudnya yaitu prestasi yang diperjanjiakn ini berasal bukan dari sebab yang haram misalnya benda dari hasil pencurian, penjarahan illegal, penggelapan dan perbuatan lain yang haram. Tujuannya adalah apaila nantinya prestasi tersebut sudah berpindah hak kepemilikannya tidak terjadi permasalahan berkaitan obyek tersebut yang akhirnya berujung perkara sengketa.

 Kemudian akibat hukum apabila unsur obyektif ini dilanggar yaitu perjanjian tersebut batal demi hukum dan dianggap tidak pernah terjadi suatu perjanian

2.2  Perjanjian Pinjam Meminjam

Dalam suatu perjanjian juga dikenal adanya pinjam meminjam yang diatur dalam pasal 1754 KUHPerdata dalam pasal ini tidak ada pembayaran uang namun yang lebih utama mengenai pinjam-meminjam yang obyeknya barang. Ketentuan mengenai barang yang dijadikan obyek pinjam meminjam dalam pasal ini adalah barang tertentu yang menghabis karena pemakaian contohnya beras, gula, makanan, dan benda-benda lain yang menghabis karena pemakaian. Kemudian syarat dalam perjanjia pinjam-meminjam dalam pasal ini adalah dengan mengembalikan obyeknya sejumlah dengan sama, perlu diketahui bukan mengembalikan barang yang menghabis karena pemakaian yang telah dipinjam sebelumnya tapi dengan mengganti barang yang sama macam dan keadaan yang sama contohnya meminjam beras tipe pandan wangi sebanyak 3 (tiga) kilogram sehingga pengembaliannya sama seperti itu. Kemudian dalam pasal 1755 KUHPerdata dalam unsur-unsur pasal tersebut dijelaskan peminjam menjadi pemilik dan barang yang dipinjam musnah menjadi tanggung jawab peminjam. Selanjutnya apabila dikaitkan dengan kondisi yang paling sering yaitu mengenai pinjam-meminjam uang yang diatur dalam pasal 1756 KUHPerdata dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pinjam-meminjam yang obyeknya adalah uang serta hanya dilakukan pinjam-meminjam uang yang disebutkan dalam perjanjian.

Penting halnya juga untuk diperhatikan sebelum membuat perjanjian terutama kontrak yang berbentuk tertulis yaitu standar kontrak. Dalam standar kontrak termuat di dalamnya tiga unsure yaitu pertama unsur esensial, kedua unsur naturalia, ketiga unsur aksidentalia. Penjelasan untuk ketiga unsure tersebut adalah pertama unsure esensialia atau esensi kemudian apabila membahas ini selalu dikaitkan dengan pasal 1338 KUHPerdata mengenai kekuatan mengikat suatu perjanian sebab dalam unsur ini di dalamnya terdapat kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian sehingga memunculkan asas konsensualitas (kata sepakat). Kedua unsure naturalia dalam unsure ini terdapat di dalamnya sepakat mengenai barang dan harga. Ketiga unsure aksidentalia yang di dalamnya diatur mengenai asas-asas perjanjian seperti asas kebebasan berkontrak, asas mengikatnya suatu perjanjian, asas iktikad baik, dan asas obligatoir untuk memahami asas yang obligatoir yaitu bahwa dalam perjanjian baru menimbulkan hak dan kewajiban berarti dapat dikatakan belum ada perbuatan hukum, perbuatan hukum ini apabila dikaitkan dengan jual beli misalnya belum ada penyerahan atau levering atas prestasi yang diperjanjikan.

2.3 Faktor Hukum Terhadap Perilaku Pedagang Sayur Dalam Mencari Pinjaman Modal Usaha

a. Berdasarkan KuhPerdata

Sejak dahulu, perjanjian pinjam-meminjam uang disertai dengan bunga adalah merupakan salah satu bentuk perjanjian yang dikenal oleh masyarakat Indonesia, dan hal ini dapat dikatakan telah membudaya. Dalam sistem hukum positif Indonesia, perjanjian pinjam-meminjam yang disertai bunga merupakan suatu bentuk perjanjian yang lahir berdasarkan atas kepakatan antara pemilik uang dan pihak peminjam Adapun mengenai pinjam-meminjam uang yang disertai dengan bunga dibenarkan menurut hukum, hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 1765 KUH Perdata, yang merumuskan “bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas pinjaman uang atau barang lain yang habis karena pemakaian”.

Sampai berapa besar “bunga yang diperjanjikan” tidak disebutkan, hanya dikatakan: asal tidak dilarang oleh undang-undang. Pembatasan bunga yang terlampau tinggi hanya dikenal dalam bentuk “Woeker-ordonantie 1938“, yang dimuat dalam Staatblaad (Lembaran Negara) tahun 1938 No. 524, yang menetapkan, apabila antara kewajiban-kewajiban bertimbal-balik dari kedua belah pihak dari semula terdapat suatu ketidak-seimbangan yang luar biasa, maka si berutang dapat meminta kepada Hakim untuk menurunkan bunga yang telah diperjanjikan ataupun untuk membatalkan perjanjiannya. Secara Hukum perdata sendiri Bank Plecit memamng diperbolehkan karena perjanjian yang timbul diantara kedua belah pihak adalah berdasarkan kesepakatan bersama, namun apabila bungan dirasa terlalu berat dapat dimintakan kepada hakim untuk diturunkan, alasan Bank plecit sangat banyak adalah karena masyarakat lebih cenderung menginginkan dana cepat tanpa mempedulikan tingkatan bunga yang harus ia tanggung setiap ia membayar iuran hutangnya.

b.Berdasarkan Undang-Undang terkait lainya

Pasal 46 ayat (1) UU No. 10/1998 Tentang Perbankan, merumuskan sebagai berikut, “Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar”.

Dari rumusan Pasal 46 ayat (1) UU No. 10/1998 di atas, jelas yang dilarang adalah perbuatan menghimpun dana dari masyarakat. Sedangkan, perbuatan yang dilakukan pihak yang menyalurkan atau meminjamkan uang dengan bunga (rentenir) tidak dilarang dalam UU Perbankan, sehingga demikian rentenir tidak dapat dikualifisir sebagai suatu tindak pidana perbankan, dengan kata lain tidak menjalankan usaha bank gelap.

Dalam kasus Bank Plecit tersebut, yang sering beroperasi di pasar-pasar tradisional, pihak tersangka tidak menghimpun dana dari masyarakat, tetapi hanya menyalurkan dana kepada masyarakat yang disertai bunga s/d 10%. Dengan demikian sangat keliru kalau dikatakan telah terjadi praktik “bank gelap” yang merupakan suatu kejahatan perbankan. Untuk jelasnya seseorang barulah dapat dikatakan menjalankan praktik “bank gelap” bila ia menghimpun dana masyarakat dan sekaligus menyalurkan dana kepada masyarakat tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia.

Jadi, perbuatan pinjam meminjam uang disertai bunga adalah suatu perbuatan yang legal atau perbuatan tidak terlarang yang tidak dapat dipidana. Kecuali apabila perbuatan tersebut berupa menghimpun uang dari masyarakat tanpa izin dari pimpinan bank Indonesia maka perbuatan tersebut baru bisa dikatakan sebagai perbuatan yang ilegal

2.4 Faktor Non Hukum Terhadap Perilaku Pedagang Sayur Dalam Mencari Pinjaman Modal Usaha

1. Kajian dari sisi ekonomi

  1. Tingkat pembentukan modal yang rendah,

Tingkat pembentukan modal yang rendah merupakan hambatan utama bagi pemdagang sayur. Pembentukan modal dinegara-negara yang sedang berkembang merupakan “ Vicious Cycle “ ( lingkaran tak berujung pangkal ). Produktivitas yang sngat rendah mengakibatkan rendahnya pendapatan riil. Pendapatan yang rendah mengakibatkan low saving dan low invesment, dan rendahnya pembentukan modal. Pendapatan yang rendah mengakibatkan tabungan rendah pula. Tabungan yang rendah akan melemahkan pembentukan modal yang pada akhirnya kekurangan modal, masyarakat terbelakang, kekayaan alam belum dapat dioalah, dan seterusnya sehingga merupakan lingkaran yang tidak berujung pangkal.

  • DiPerlukannya modal yang besar

Besarnya modal ini diperlukan untuk membiayai ongkos-ongkos untuk memperoleh barang dagangan. Semakin besar modal, keuntungan yang diperoleh pedagang diharapkan juga akan semakin besar. Namun demikian, pedagang sering menjumpai kesulitan dalam permodalan, sehingga mereka perlu mencari tambahan modal. Untuk memperoleh tambahan modal, terdapat beberapa pedagang mengambil pinjaman dari Bank salah satunya bank plecit. Tingginya tingkat suku bunga bagi mereka sering tidak dipertimbangkan, karena rata-rata mereka memiliki kondisi ekonomi yang lemah dan didorong oleh kebutuhan modal yang mendesak. Di sisi lain mereka sebagian besar hanya mempertimbangkan faktor kemudahan dan kecepatan dalam memperoleh pinjaman.

2. Kajian dari segi sosial

a. Berkembangnya zaman

Dikarenakan seiringnya perkembangan zaman para pedagang terus bersaing memperbaiki dagangannya agar tidak kalah dengan pedagang yang lainnya , maka setiap pedagang harus berlomba memperbaiki dagangannya untuk menarik banyak pelanggan , agar pedangang tidak mendapatkan kerugian ketika mengeluarkan modal yang besar , maka dari itu pedagang harus memperhatikan aspek sosial untuk meningkatkan kualitas dagangannya dan daya tarik pembeli.

b. Kerjasama

Prinsip kerjasama yang dilakukan oleh pedagang antar pedagang dan pedagang antar pembeli menunjukkan bahwa prinsip kerjasama menjadi suatu kebiasaan yang ada, kerjasama tidak muncul dengan sendirinya tanpa adanya faktor-faktor tertentu yang berkaitan, berikut beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kerjasama : 

  1. Faktor kebiasaan merupakan faktor yang sudah mendarah daging di  kalangan masyarakat sehingga kerjasama menjadi suatu tindakan yang terbiasa dilakukan oleh manusia yang memiliki interaksi positif,
  2. Faktor Kesamaan Nasib Merupakan faktor pengalaman yang sama yang dialami oleh salah satu manusia dengan manusia yang lain. Yang memiliki nasib yang sama, sehingga secara langsung maupun tidak langsung manusia melakukan kerjasama untuk mencapai suatu tujuannya agar tujuan yang diinginkan tercapai.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Penelitian hukum ini adalah penelitian hukum empiris sosiologis. Yaitu penelitian yang menggunakan fakta-fakta empiris yang diambil dari perilaku manusia, baik perilaku verbal yang didapat melalui wawancara maupun prilaku nyata yang dilakukan melalui pengamatan langsung

3.2. Jenis Data

a. Data Primer

Data Primer merupakan bahan penelitian yang berupa fakta-fakta empiris sebagai perilaku maupun hasil perilaku manusia. Baik dalam bentuk perilaku verbal perilaku nyata, maupun perilaku yang terdokumentasi dalam berbagai hasil perilaku atau catatan. Data primer didapat oleh peneliti melalui wawancara terhadap para narasumber dan responden penelitian

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari penelitian bahan pustaka dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam peraturan perundangan, buku-buku, dan artikel yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti, antara lain:

b.1) Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini meliputi; UUD NRI 1945 dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (dengan perubahan)

b.2) Bahan hukum sekunder

yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang terdiri dari: buku-buku,jurnal, makalah, tulisan yang terkait.

b.3)Bahan hukum tertier

yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder; terdiri dari kamus hukum, kamus besar Bahasa Indonesia, jurnal, surat kabar dan lain sebagainya.

3.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Pasar oro-oro dowo Kota malang

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap narasumber dan responden yang terkait dengan objek penelitian. Data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan terhadap bahan-bahan hukum yang mendukung penelitian.

3.5 Narasumber dan Responden

Narasumber adalah seorang yang memberikan pendapat atas objek yang kita teliti. Dia bukan bagian dari unit analisis, tetapi ditempatkan sebagai pengamat.

Dalam penelitian ini yang menjadi narasumber yaitu  Pihak Bank Konvensional danPihak Bank Plecit

Responden dalam penelitian ini adalah para pedagang dalam kawasan pasar oro-oro dowo kota Malang

3.6. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan random sampling yaitu dengan menentukan sampel secara acak, artinya setiap sampel dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel penelitian.

3.7 Teknik Analisis Data

Data dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif yaitu dengan memberikan pemaparan, mendeskripsikan secara rinci dan menyeluruh data-data yang didapat dari proses penelitian sehingga dapat menjelaskan Perilaku para Pedagang di kawasan pasar oro-oro dowo dalam mencari Modal

BAB IV

PEMBAHASAN

Survey lapangan yang telah kami lakukan disalah satu pasar terpadu di Kota Malang untuk mencari data dalam penyusunan makalah ini terlaksana dengan baik. Pasar yang secara kualifikasi masih menjadi pasar tradisional ini masih menerapkan tawar menawar dalam proses jual belinya. Kelebihan dari pasar ini yaitu memiliki fasilitas yang bagus, rapi, modern, dan bersih sehingga pasar terpadu tersebut menjadi salah satu destinasi tempat belanja dari masyarakat di kota Malang. Pasar terpadu ini disebut Pasar Oro-Oro Dowo yang berada di jalan Guntur nomor 20 di kecamatan Klojen, kota Malang. Setelah kami masuk ke dalam lingkungan pasar terlihat dagangan yang tersusun rapid dan sudah dibuatkan sekat-sekat dengan dibatasi dengan triplek. Ketika masuk ke pasar ada pembagian dagangan yaitu, sebelah kanan itu menjual sayur, kemudian yang sebelah kanan menjual daging. Karena untuk mengambil sampel dalam melakukan wawancara, maka kami mengklasifikasikan yaitu sasaran narasumber yang kami wawancarai adalah pedagang sayur sebab melihat kebutuhan akan sayur yang setiap hari dibutuhkan maka disini ada indikasi pedagang sayur lebih cepat menghasilkan uang yangmana dagangannya yang cepat laku. Kondisi inilah yang sering dimanfaatkan oleh bank plecit untuk menawarkan pinjaman uang dengan iming-iming sebagai tambahan modal usaha.

Kemudian kami mencari data dengan melakukan wawancara kepada para pedagang sayur, sebab dengan cara itulah kami bisa menggali informasi dari pedagang sayur untuk dimintai keterangan. Pertanyaan yang kami ajukan pada umumnya hampir sama, yaitu bagaimanakah perbandingan minat pedagang sayur dalam mencari pinjaman uang antara bank konvensional dengan bank plecit/bank plecit. Kemudian setelah mengambil sampel acak dengan wawancara, kebanyakan dari pedagang yang kami wawancarai tidak menggunakan jasa bank plecit. Karena pedagang yang berjualan di pasar Oro-oro Dowo tersebut tidak mau ribet dalam menerima pinjaman dari bank plecit. Dari wawancara tersebut banyak pedagang sayur yang bilang bahwa tidak perlu meminjam ke bank plecit sebab bunga yang dibebankan terlampau tinggi, disisi lain untuk memenuhi kebutuhan sudah cukup, tanpa harus meminjam dari bank plecit. Alasan lainnya dari pedagang – pedagang sayur yang kami wawancarai yangmana kebanyakan menjawab tidak menggunakan jasa bank plecit dikarenakan jasa bank plecit memiliki bunga yang besar daripada bank-bank yang besar adalah sistem peminjamannya tidak jelas, dalam artian sistem pengembalian dan bunga yang ditentukan sepihak oleh bank plecit.

Kemudian ada salah satu pedagang yang kami wawancarai  beliau menggunakan bank besar seperti bank mandiri untuk mengambil dana dan dalam bank besar juga memiliki bunga yang kecil dan memiliki bagan yang jelas dalam prosedur peminjaman antara debitur dengan kreditur. Beberapa orang mengenal Bank Plecit dengan sebutan “lintah darat”. Selain itu kita bisa mengenal Bank Plecit dengan sifatnya yang personal dan selalu bergerak/mobile. Biasanya Bank Plecit menawarkan jasa pinjaman uang kepada ‘pasiennya’ secara langsung, pinjaman cepat cair dengan bunga yang mencekik. Bank Plecit biasanya sering kita jumpai di pasar-pasar, beroperasi di kalangan pedagang-pedagang kecil, selalu membawa buku catatan dan modar mandir untuk menawarkan jasa piutang maupun menagih utang. Bank Plecit juga banyak beroperasi di perkampungan-perkampungan kota/desa, mencari ‘pasien’ yang sedang terpaksa butuh uang dengan cepat.

Berikut merupakan table wawancara yang telah kelompok kami lakukan

Tabel Wawancara

No Nama Pedagang Sayur Pertanyaan Jawaban
1 Bpk. Santoso 1.Apakah Bapak pernah mendengar tentang bank plecit ? 2.Bagaimana ciri-ciri bank plecit ? 3.Mengapa tidak mengambil pinjaman dari ? 4.Apakah bapak lebih memilih bank plecit atau bank plecit ? 5.Mengapa bapak lebih memilih bank konvensional ? 6. Apakah ada larangan bagi pedagang sayur untuk menerima pinjaman dari bank plecit ? 1. Pernah 2. Seperti sales pada umumnya yang menawarkan pinjaman uang. 3. Karena merasa tidak urgent untuk mengambil pinjaman ke bank plecit, sebab modal bisa dipenuhi sendiri dari dagangan. 4. Lebih memilih bank konvensional 5. Karena bank konvensional aturannya lebih jelas sehingga tidak memberatkan peminjam uang. 6. Tidak ada larangan bagi pedagang sayur untuk meminjam uang ke bank plecit.
2 Ibu Nur 1.Pernahkan ibu ditawari pinjaman uang oleh bak plecit ? 2. Alasan menolak bank plecit ? 3. Ibu lebih memilih bak konvensional atau bank plecit ? 4.Apakah pedagang kompak menolak ? 5. Apakah di Pasar ada tabungan pasar ?   1. Pernah 2. Gak mau/gak minat 3. Lebih memmilih bank konvensional karena lebig jelas 4. Tidak, terantung kebutuhan pedagang mau pinjam atau tidak 5. Ada, Cuma buat nabung aja
3 Bpk Jubairi 1. Apakah bapak pernah dengan tentang bank plecit ? 2. Bagaimanakah cirri-cirinya dari bank plecit ? 3. Apakah bapak pernah mempertimbangkan atau kepikiran untuk meminjam ke bank plecit ? 4. Apakah bapak lebih minat pinjam ke bank konvensional atau bank plecit ? 1. Pernah 2. Seperti sales pada umumnya 3. Gak pernah 4. Tidak berniat meminjam ke keduaanya, namun kalau memang butuh mau mencari pinjaman yang paing mudah prosesnya.

Bank plecit merupakan bank yang menyediakan uang pinjaman untuk orang yang memiliki kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi hanya dari pendapatannya, dengan konsekuensi tanggungan bunga yang biasanya dibayar mingguan (ada yang harian), dan status bank ini tidak terakreditasi atau milik personal[2]. Bank Plecit biasanya beroperasi di pasar . Jaminan dari pinjaman yang diberikan berupa barang dagangan. Keberadaan Bank Plecit tentunya mempunyai dampak negative dan positif. Biasanya dapak positif dari adanya bank plecit adalah membantu setiap pedagang yang sedang membutuhkan bantuan dana. Namun dari sisi negatifnya adalah tata cara perjanjian yang dilakukan ketika memlakukan perjanjian tidak sesuai dengan KUHPerd.

Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah uang yang sama dengan jenis dan mutu yang sama pula.

Syarat perjanjian yang diatur dalam KUHPerd pasal 1320 adalah [3]:

  1. Kesepakatan para pihak
  2. Cakap melakukan perbuatan hukum
  3. Adanya objek tertentu
  4. Adanya kausa yang halal

Jika menyesuaikan dengan hasil wawancara yang telah dilakukan maka perjanjian dengan bank plecit dapat dikatakan tidak sah sebab melanggar asas kesepakatan bersama.

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap beberapa narasumber, biasanya awalnya bank plecit (biasanya diwakilkan oleh perorangan) akan mendatangi pedagang kemudian menanyakan beberapa pertanyaan seperti :

  1. bagaimana penghasilan setiap harinya
  2. Bagaimana keadaan pembelinya, ramai atau sepi
  3. Butuh bantuan dana atau tidak

Kemudian bank plecit ini akan menawarkan beberapa penawaran mengenai uang atau barang yang dapat dipinjamkan dengan menyampaikan berapa yang harus dikembalikan serta bunga yang harus dibayarkan. Biasanya pedagang akan menerima persyaratan tersebut tanpa membuat perjanjian yang menguntungkannya sehingga terkadang bank plecit selalu menagih hutang pinjaman itu sebelum jatuh tempo misalnya waktu pengembalian adalah 1 bulan namun bank plecit akan menagihnya 3 minggu sebelumnya. Selain itu bunga yang ditentukan dapat mencapai 30%[4] hingga 50% dan biasanya akan bertambah apabila terjadi penunggakan.

Dalam hal peminjaman uang, maka hutang yang terjadi karena peminjaman hanyalah terdiri atas jumlah uang yang disebutkan dalam persetujuan (Pasal 1756 KUHPerdata). Pada waktu pengembalian, haruslah dengan barang lain dalam jumlah, jenis dan keadaan yang sama. Jika melihat dari ketentuan pasal 1756, maka tata cara/ prosedur yang dilakukan oleh bank plecit sangat berlawanan dengan ketentuan KUHPerdata.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

            Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian diatas adalah bahwa praktik praktik peminjaman modal usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan pasal 1320 KUHPerdata masih seringkali ditemui dalam masyarakat Kota Malang, khususnya di daerah pasar tradisional. Hal ini diperparah dengan persyaratan bunga yang dibebankan kepada debitur, berdasarkan data diatas ada bank plecit/bank plecit yang menawarkan pinjaman dengan modal 30% dan akan bertambah hingga 50% apabila tidak membayar dengan tepat waktu/ menunggak.

            Menurut responden yang kami wawancarai di pasar Oro oro Dowo kebanyakan dari mereka tidak meminjam modal kepada Bank Plecit/Plecit. Mereka lebih memilih mengajukan peminjaman modal langsung kepada Bank Konvensional yang lebih meyakinkan serta memiliki bunga yang lebih ringan dan memiliki perjanjian yang jelas, tidak seperti bank plecit tersebut yang bunganya bisa berubah sewaktu-waktu sesuai dengan keinginan para pemberi pinjaman atau bank plecit itu sendiri.

B. Saran

            Pemerintah dalam hal ini Kementrian Keuangan seharusnya membuat sebuah regulasi yang tetap terkait dengan peminjaman modal bagi rakyat kecil/ Usaha Kecil Menengah (UKM). Selain itu juga harus segera melakukan penindakan terhadap perilaku bank plecit/ bank plecit karena menurut hukum kegiatan mereka telah menyalahi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata. Hal ini juga ditambah dengan keresahan para pedagang dengan kegiatan peminjaman modal mereka yang mematok pemberian bunga yang terlalu tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Dari Buku

Kinasih, Sri Endah. Buku Ajar: Antropologi Hukum.Revka Petra Media.Surabaya.2009

Raharjo, Satjipto.Ilmu Hukum.Citra Aditya Bakti:Bandung.Cetakan ke VII.2014

Subekti, R.Aneka Perjanjian.Citra Aditya Bakti:Bandung.Cetakan ke XI.2014

Dari Peraturan Perundang-Undangan

Kitab undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan


[1]Penyebutan istilah kreditor dan debitor yang sesuai dasarnya dapat dilihat dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

  Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan;

Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer Drs Peter Salim MA & Yenny Salim;

UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (Pasal 1 angka 2 dan 3);

UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pasal 1 angka 2 dan 3).

[2]https://jepits.wordpress.com/2007/11/29/bank-plecit-dan-bang-kredit/

[3]Kitab Undang-undang Hukum Perdata

[4]https://jepits.wordpress.com/2007/11/29/bank-plecit-dan-bang-kredit/

Published by Fahmi Widi Waspada

Penggiat hukum dan edukasi publik tentang Penerapan hukum sebagai alat untuk menciptakan Indonesia yang aman, tertib, dan rukun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebab Hukum bukan alat pemuas nafsu penguasa.

Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started